Selasa, 16 Desember 2014

LITERATUR TENTANG POLA KOTA, BENTUK KOTA, DAN STRUKTUR KOTA

POLA KOTA Menurut Kostof, pola kota secara garis besar dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu grid, organik dan diagram.

A. Grid
Pola kota dengan sistem grid dapat ditemui hampir di semua kebudayaan dan merupakan salah satu bentuk kota tua. Pola kota dengan sistem grid dikembangkan oleh Hippodamus, salah satunya adalah kota Miletus. Pola grid ini merupakan mekanisme yang cukup universal dalam mengatur lingkungan dan pola ini terbentuk karena adanya kebutuhan suatu sistem yang berbentuk segi empat (grid iron) guna memberikan suatu bentuk geometri pada ruangruang perkotaan. Blok-blok permukimannya dirancang untuk memungkinkan 18 rumah tersebut dihubungkan kepada bangunan dan ruang publik (Kostof, 1991).

B. Organik 
Pola organik merupakan organisme yang berkembang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan sosial dalam masyarakatnya dan biasanya berkembang dari waktu ke waktu tanpa adanya perencanaan. Pola organik ini perubahaanya terjadi secara spontan serta bentuknya mengikuti kondisi topografi yang ada. Sifat pola organik ini adalah fleksibel, tidak geografis, biasanya berupa garis melengkung dan dalam perkembangan masyarakat mempunyai peran yang besar dalam menentukan bentuk kotanya. Berbeda dengan bentuk grid dan diagram yang biasanya ditentukan penguasa kotanya (Kostof, 1991). 

C. Diagram
Pola kota dengan sistem diagram ini biasanya digambarkan dalam simbol atau hirarki yang mencerminkan bentuk sistem sosial dan kekuasaan yang berlaku saat ini. Berbeda dengan sistem grid yang lebih mengutamakan efisiensi dan nilai ekonomis, motifasi dasar dari pola kota dengan sistem diagram ini adalah (Kostof, 1991) :
• Regitimation, sistem kota yang dibentuk berdasarkan simbol kekuasaan dan dari segi politik berfungsi untuk mengawasi/mengorganisir sistem masyarakatnya. Seperti bentuk kerajaan atau monarki (Versailles) dan demokrasi (Washington DC). 19
• Holy City, kota yang dibangun berdasarkan sistem kepercayaan masyarakatnya seperti kota Yerusalem.

Bentuk kota yang sering dijumpai dan dipakai sebagian, keseluruhan ataupun gabungan adalah berupa garis, memusat, bercabang, melingkar, berkelompok, pola geometris dan organisme hidup. Bentuk-bentuk tersebut erat pula berkaitan dengan sejarah kehidupan kota tersebut, baik itu sejarah secara fisik ataupun ideologis. Perwujudan spasial fisik merupakan produk kolektif perilaku budaya masyarakatnya serta pengaruh ”kekuasaan tertentu” yang melatar belakanginya. Perkembangan dan pembentukan kota seringkali merupakan wujud dari ekpresi masyarakat yang hidup di dalamnya. Sejumlah kota seringkali dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan kondisi pemerintah atau pemerintahannya. Sementara itu bentuk-bentuk lainnya sangat mungkin sekali oleh kondisi karakteristik lingkungannya, seperti yang terjadi di sebagian Manhattan, New York. Kota-kota berkembang pula dengan kondisi-kondisi setempat serta pengaruh-pengaruh yang datangnya dari luar. Pada sisi lainnya perkembangan penduduk, juga perkembangan karena proses urbanisasi menjadi sebab perubahan bentuk dan struktur suatu kota.

BENTUK KOTA
Kota merupakan suatu komponen yang memiliki unsur yang terlihat nyata secara fisik seperti perumahan & prasarana umum, hingga komponen yang secara fisik tidak dapat terlihat yaitu berupa kekuatan politik & hukum yang mengarahkan kegiatan kota (Melville C. Branch, 1984:154). Rossi, Aldo (1982) dalam bukunya yang berjudul The Architecture of the city, Kota didefinisikan sebagai objek buatan manusia dalam sekala besar dan dipandang sebagai sebuah arsitektur yang berupa konsentrasi elemen-elemen fisik spasial yang tumbuh dan berkembang. Sesuai dengan bentukan alam kota terbentuk secara topografis, morfologi berwawasan lingkungan dan respon lansekap. Sedangkan sesuai dengan pertumbuhan karakteristiknya kota terbentuk secara sosial dan ekonomi, mengakomodasi kegiatan penduduk dengan efektif dan efisien.

Berikut ini merupakan bentuk-bentuk kota :
1. Bentuk kompak mempunyai 7 macam bentuk, yaitu: 

1. Bentuk Bujur Sangkar (The Squre city) = Kota berbentuk bujur sangkar menunjukan adanya kesempatan perluasan kota ke segala arah yang “relatif” seimbang dan kendala fisikal “relatif” tidak begitu berarti. Hanya saja, adanya jalur transportasi pada sisi-sisi memungkinkan terjadinya percepatan pertumbuhan areal kota pada arah jalur yang bersangkutan.

2. Bentuk Empat Persegi Panjang (The Rectangular Cities) Melihat bentuknya sudah terlihat jelas bahwa dimensi memanjang sedikit lebih besar daripada dimensi melebar. Hal ini dimungkinkan timbul karena adanya hambatan-hambatan fisikal terhadap perkembangan areal kota pada salah satu sisi-sisinya.Hambatan-hambatan tersebut antara lain dapat berupa lereng yang terjal, perairan, gurun pasir, hutan, dan lain sebagainya. “Space” untuk perkembangan arealnya cukup besar baik melebar maupun memanjang.

3. Bentuk Kipas (Fan Shaped Cities) = Bentuk semacam ini sebenarnya merupakan bentuk sebagian lingkaran. Dalam hal ini, ke arah luar lingkaran kota yang bersangkutan mempunyai kesempatan berkembang yang relatif seimbang. Oleh sebab-sebab tertentu pada bagian-bagian lainnya terdapat beberapa hambatan perkembangan areal kekotaannya yang dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu Hambatan-hambatan alami (natural constraints), misalnya perairan, pegunungan ; Hambatan-hambatan artificial (artificial constraints), misalnya saluran buatan, zoning, ring road

4. Bentuk Bulat (Rounded Cities) = Bentuk kota seperti ini merupakan bentuk paling ideal daripada kota. Hal ini disebabkan karena kesempatan perkembangan areal ke arah bagian luarnya sama. Tidak ada kendala-kendala fisik yang berarti pada sisi-sisi luar kotanya. Pada bagian-bagian yang terlalu lambat perkembangannya, dipacu dengan peraturan-peraturan misalnya “Planned Unit Development” sedang untuk bagian-bagian yang terlalu cepat perkembangan areal kekotaannya dapat dihentikan, misalnya dengan “Devolopment Moratoria”. Batas terluar dari pada kotanya ditandai dengan “green belt zoning” atau “growth limitation” dengan “ring roads”. Dengan demikian terciptalah bentuk bulat artifisial.

5. Bentuk Pita (Ribbon Shaped Cities) = Sebenarnya bentuk ini juga mirip “rectangular city” namun karena dimensi memanjangnya jauh lebih besar dari pada dimensi melebar maka bentuk ini menempati klasifikasi tersendiri dan mengambarkan bentuk pita. Dalam hal ini jelas terlihat adanya peranan jalur memanjang (jalur transportasi) yang sangat dominan dalam mempengaruhi perkembangan areal kekotaannya, serta terhambatnya perluasan areal ke samping. Sepanjang lembah pegunungan, sepanjang jalur transportasi darat utama adalah bagian-bagian yang memungkinkan terciptanya bentuk seperti ini. “Space” untuk perkembangan areal kekotaannya hanya mungkin memanjang saja. 

 6. Bentuk Gurita / Bintang (Octopus/Star Shaped Cities) = Peranan jalur transportasi pada bentuk ini juga sangat dominan sebagaimana dalam “ribbon-shaped city”. Hanya saja, pada bentuk gurita jalur transportasi tidak hanya satu arah saja, tetapi beberapa arah ke luar kota. Hal ini hanya dimungkinkan apabila daerah “hinterland” dan pinggirannya tidak memberikan halangan-halangan fisik yang berarti terhadap perkembangan areal kekotaanya. 

7. Bentuk Yang Tidak Berpola (Unpatterned Cities) = Kota seperti ini merupakan kota yang terbentuk pada suatu daerah dengan kondisi geografis yang khusus. Daerah di mana kota tersebut berada telah menciptakan latar belakang khusus dengan kendala-kendala pertumbuhan sendiri. Sebuah cekungan struktural dengan beberapa sisi terjal sebagai kendala perkembangan areal kekotaannya, sangat mungkin pula ditempati oleh suatu kota dengan bentuk yang khusus pula. Contohnya adalah sebuah kota pulau yang mempunyai bentuk khusus, karena perkembangan arealnya terhambat oleh laut dari berbagai arah. 

2. Bentuk tidak kompak mempunyai empat macam bentuk, yaitu: 

A. Berantai (chained cities). Merupakan bentuk kota terpecah tapi hanya terjadi di sepanjang rute tertentu. Kota ini seolah-olah merupakan mata rantai yang dihubungkan oleh rute transportasi, sehingga peran jalur transportasi sangat dominan.

B. Terpecah (fragment cities). Merupakan bentuk kota dimana perluasan areal kota tidak langsung menyatu dengan induk, tetapi cenderung membentuk exclaves (umumnya berupa daerah permukiman yang berubah dari sifat perdesaan menjadi sifat perkotaan). 

 C. Terbelah (split cities). Merupakan bentuk kota kompak namun terbelah perairan yang lebar. Kota tersebut terdiri dari dua bagian yang terpisah yang dihubungkan oleh jembatan-jembatan. 

D. Satelit (stellar cities). Merupakan bentuk kota yang didukung oleh majunya transportasi dan komunikasi yang akhirnya tercipta bentuk kota megapolitan. Biasa terdapat pada kota-kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit. Dalam hal ini terjadi gejala penggabungan antara kota besar utama dengan kota-kota satelit di sekitarnya, sehingga kenampakan morfologi kotanya mirip “telapak katak pohon”.

STRUKTUR KOTA
Menurut Hadi Sabari Yunus secara garis besar terdapat tiga macam proses perluasan area perkotaan menjadi lebih terstruktur, yaitu sebagai berikut :

1. Teori konsentris dapat dikatakan bahwa kota meluas secara merata dari suatu inti asal, sehingga tumbuhlah zona-zona yang masing-masing meluas sejajar dengan pentahapan kolonisasi ke arah zona yang letaknya paling luar. Dengan demikian dapat ditemukan sejumlah sejumlah zona yang letaknya konsentris, sehingga strukturnya bergelang. Dalam kenyataannya zona-zona konsentris ini tidak dapat ditemukan dalam bentuknya yang murni. Konsentrasi pelayanan berada di suatu pusat, dengan jaringan transportasi yang terarah ke suatu titik.

Keterangan model teori konsentrik menurut Teori Konsentris Dari Ernest W. Burgess (1929) :
• Zona pusat wilayah kegiatan
• Zona peralihan
• Zona permukiman kelas proletar.
• Zona permukiman kelas menengah.
• Zona penglaju.

 2. Teori Sektoral. Menurut Hommer Hoyt (1939), pengelompokkan tata guna lahan di kota menyebar dari pusat ke arah luar berupa sektor. Hal ini disebabkan oleh sifat masyarakat kotanya, latar belakang ekonomis, kondisi fisik geografis kotanya, serta rute pengangkutan. Namun pada dasarnya teori ini merupakan modifikasi dari teori konsentris Burgess. Dari teori ini, terjadi proses penyaringan (filtering process) dari penduduk yang tinggal pada sektor-sektor yang ada.

Keterangan Teori Sektoral (Sector Theory) dari Homer Hoyt :
• Zona 1: Zoona pusat wilayah kegiatan.
• Zona 2: Zona dimana terdapat grossier dan manufactur.
• Zona 3: Zona wilayah permukiman kelas rendah.
• Zona 4: Zona permukiman kelas menengah.
• Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi.

3. Teori inti ganda (multiple nuclei). Menurut Harris dan Ullman (1945), pola konsentris dan sektoral itu akan ada, namun dalam kenyataannya sifatnya lebih rumit lagi. Pertumbuhan kota mulai dari intinya dirumitkan lagi oleh adanya beberapa pusat tambahan. Di sekeliling suatu inti tata guna lahan yang saling bertalian, munculah sekelompok tata guna tanah yang akan menciptakan suatu struktur perkotaan yang memiliki sel-sel pertumbuhan lengkap. Teori ini disebut teori multiple nuclei yang sifatnya serba akurat, tertib, dan fleksibel. Pembentukan inti-inti ganda merupakan gejala lanjut dari kota yang berpola sektoral, sedangkan makin menuju ke kota makin jelas adanya pola konsentris teori inti ganda ini sesuai dengan keadaan kota-kota besar.

Keterangan:
• Zona 1: Zona pusat wilayah kegiatan.
• Zona 2: Zona wilayah terdapat para grossier dan manufactur.
• Zona 3: Zona wilayah permukiman kelas rendah.
• Zona 4: Zona permukiman kelas menengah.
• Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi.
• Zona 6: Zona manufactur berat
• Zona 7: Zona wilayah di luar pusat wilayah Kegiatan (PWK)
• Zona 8: Zona wilayah permukiman suburb
• Zona 9: Zona wilayah industri suburb

GAMBAR PETA KOTA SURABAYA



















IDENTIFIKASI KOTA SURABAYA
1. Landmark kota Surabaya yang memiliki kekuatan referensial terkuat adalah: Tunjungan Plaza, Kebun Binatang Surabaya dan Pakuwon Trade Centre.
2. Path kota Surabaya yang memiliki kekuatan referensial terkuat adalah: A.Yani, Raya Darmo dan Basuki Rahmad.
3. Kekuatan referensial landmark kota tergantung dari beberapa karakter diantaranya: kekontrasan dengan lingkungan, keunikan arsitektur, aksesibilitas lokasi, kekuatan internal fasilitas, dan arah path/ jalan.
4. Kekuatan referensial path kota tergantung dari beberapa karakter diantaranya: menerus (continuous), tujuan yang terdefinisi (langsung terlihat atau bertahap), pemanfaatan lahan disekitar, karakter spasial, dan karakter façade.

- Pola Kota Surabaya Pola kota Surabaya yaitu termasuk Pola Grid karena banyak terdapat Ciri-ciri dari penggunanan pola ini antara lain: pusat kota biasanya terdapat disembarang tempat, tidak memiliki jenjang, penggunaan tanah efisien dan optimal, banyak jalan dan persimpangan.
- Bentuk Kota Surabaya Surabaya dikategorikan sebagai kota yang berbentuk Gurita atau Bintang, karena bentuk kota dengan jalur transportasinya mirip seperti ribbon shaped city, sehingga jalur transportasinya tidak hanya satu arah saja, tetapi keberbagai arah keluar kota.
- Struktur Kota Surabaya Meskipun berdasarkan Teori Struktur Kota, struktur kota sendiri terbentuk dari kecenderungan pemanfaatan lahan yang saling berdekatan jika membutuhkan. Teori ini lebih didasari pada pendekatan ekonomi. Melihat kekuatan jalan sebagai salah satu elemen pembentuk struktur kota dan sebagai elemen kota terkuat dalam mengenali lingkungan kota atau sebagai referensi kota terkuat dalam pengamat berorientasi di dalam kota. Struktur Kota Surabaya lebih digolongkan pada teori Inti Ganda (Multiple Nuclei) karena sifatnya akurat, tertib, dan fleksibel.